Kebijakan Beasiswa Gratis Pemda Halteng Dan Tantangan Terhadap Neoliberalisme

 

Oleh: Ali Akbar Muhammad

Neoliberalisme bukan sekadar teori ekonomi, tetapi sebuah sistem global yang menancapkan kuku dalam setiap aspek kehidupan. Ia datang dengan jargon “pasar bebas” dan “perdagangan bebas”, lalu mengagung-agungkan privatisasi, liberalisasi, dan komersialisasi. Namun di balik itu, rakyatlah yang menanggung akibatnya. Pendidikan, kesehatan, hingga hak dasar warga perlahan diperlakukan sebagai komoditas. Sejak Indonesia masuk dalam skema General Agreement on Trade in Services (GATS), negara seolah diarahkan untuk mencuci tangan, melepaskan tanggung jawab atas layanan publik yang seharusnya menjadi hak rakyat.

Di tengah arus besar itu, Halmahera Tengah menghadirkan cerita berbeda. Melalui kepemimpinan Bupati Ikram M. Sangadji, Wakil Bupati Ahlan Jumadil, dan Sekda Bahri Sudirman, Pemda Halteng mengambil langkah berani: memberikan tanggung jawab penuh terhadap pendidikan generasi Halteng. Dukungan bagi putra-putri daerah yang ingin melanjutkan pendidikan hingga jenjang S1, S2, bahkan S3 adalah bukti nyata. Kebijakan ini menegaskan bahwa negara tidak boleh absen dari pendidikan. Di saat banyak kebijakan nasional tunduk pada logika neoliberalisme, Halmahera Tengah justru menunjukkan arah perlawanan: pendidikan adalah hak rakyat, bukan barang dagangan.

Kebijakan seperti ini harus kita dukung sepenuhnya. Namun dukungan tidak boleh membuat rakyat berhenti bersuara. Apresiasi harus berjalan beriringan dengan kritik. Sebab pendidikan hanyalah satu sektor dari banyak urusan rakyat yang menuntut perhatian serius pemerintah daerah.

Rakyat Halteng juga membutuhkan rumah layak huni, pangan murah, layanan kesehatan gratis, hingga perlindungan bagi kelompok rentan seperti ibu hamil dan lansia. Jika pemerintah bisa menghadirkan kebijakan pro-rakyat di sektor pendidikan, maka tidak ada alasan untuk tidak memperluasnya ke sektor-sektor lain. Tanggung jawab pemerintah adalah memastikan seluruh warga hidup bermartabat, bukan hanya segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan.

Lebih dari itu, ada satu persoalan besar yang tidak bisa terus dibiarkan: kekuasaan tambang. Halmahera Tengah adalah tanah kaya, tetapi juga tanah yang terus digerogoti rakusnya perusahaan tambang. Ekspansi tambang membawa luka: hutan rusak, sungai tercemar, tanah rakyat dirampas, dan buruh dipaksa bekerja dalam kondisi berbahaya dengan upah murah. Setiap hari kita mendengar kabar kecelakaan kerja, penderitaan buruh, dan kerusakan lingkungan yang mengancam masa depan. Di sinilah keberanian Pemda Halteng benar-benar diuji. Apakah pemerintah berani berdiri di sisi rakyat, atau justru memilih berdiam diri di hadapan kuasa modal?

Sikap tegas terhadap perusahaan tambang bukan sekadar opsi, melainkan kewajiban moral. Pemerintah daerah tidak boleh menutup mata terhadap kejahatan korporasi. Sebab jika diam, berarti pemerintah menjadi bagian dari penindasan itu sendiri. Rakyat tidak membutuhkan pemerintah yang sekadar hadir dalam upacara dan seremoni. Rakyat membutuhkan pemerintah yang berani melawan ketidakadilan.

Karena itu, apresiasi kita pada langkah Pemda Halteng di bidang pendidikan harus disertai dengan dorongan agar keberanian yang sama ditunjukkan di sektor lain. Apresiasi tanpa kritik akan menjadikan rakyat pasif. Kritik tanpa apresiasi akan membuat pemerintah tuli. Keduanya harus seimbang: mendukung saat pemerintah berpihak pada rakyat, dan melawan ketika pemerintah lalai atau bahkan berpihak pada kepentingan modal.

Masalah Halmahera Tengah masih panjang dan kompleks: eksploitasi tambang, kerusakan lingkungan, kecelakaan kerja, penggusuran tanah rakyat, hingga persoalan kesejahteraan buruh. Semua itu menunggu jawaban dari pemerintah. Jawaban yang tidak cukup hanya dengan janji, tetapi harus nyata dalam kebijakan dan tindakan tegas.

Pada akhirnya, pertarungan di Halmahera Tengah bukan hanya soal kebijakan daerah. Ini adalah pertarungan ideologis melawan neoliberalisme itu sendiri. Saat Pemda Halteng memilih bertanggung jawab terhadap pendidikan rakyat, sesungguhnya mereka sedang menunjukkan bahwa logika neoliberalisme bisa dilawan. Bahwa negara tidak harus tunduk pada pasar. Bahwa rakyat masih bisa menang, jika pemerintah benar-benar berpihak.

Maka mari kita jaga, kita dukung, sekaligus kita kritisi. Sebab Halmahera Tengah tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Perjuangan melawan neoliberalisme adalah perjuangan panjang, dan ia hanya bisa dimenangkan jika rakyat dan pemerintah berjalan bersama. (*)

0 Komentar